Abstrak
Pencemaran atau polusi bukanlah
merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh
yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan
dan keseimbangan ekosistem. Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di
lingkungan, polutan digolongkan atas Polutan yang mudah terdegradasi
(biodegradable pollutant), dan Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat
sekali terdegradasi (nondegradable pollutant).
Permasalahan terjadi ketika produk
hidrokarbon minyak bumi yang dimanfaatkan manusia memunculkan efek yang tidak
diinginkan bagi manusia itu sendiri ataupun bagi lingkungan sekitar. Sebagai
contoh adalah produk minyak bumi plastik, yang menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan karena sulit didegradasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bioremediasi merupakan salah satu solusi yang
dapat ditawarkan, yaitu dengan menggunakan bakteri Pseudomonas sp yang
merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis
hidrokarbon dengan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan
yang mengurangi tegangan permukaan, menstabilkan emulsi.
I. PENDAHULUAN
Pencemaran atau polusi bukanlah
merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh
yang ditimbulkan oleh pencemaran/polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan
keseimbangan ekosistem. Polusi didefinisikan sebagai kontaminasi suatu
lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas
kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan
dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai
pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai salah satu penyebabnya, baik
yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan dari kemampuan
terdegradasinya pada lingkungan, polutan digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu:
1).
Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan
seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari
kecepatan degradasinya.
2).
Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup
serius (Anonymous, 2010).
Pencemaran lingkungan oleh hidrokarbon
minyak bumi terus mengalami peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang
berarti bagi makhluk hidup. Bioremediasi adalah salah satu upaya untuk
mengurangi polutan tersebut dengan bantuan organisme. Biodegradasi senyawa
hidrokarbon dari minyak bumi ini dapat dilakukan oleh mikroorganisme, salah
satunya adalah bakteri Pseudomonas sp.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari
suatu bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran dengan
mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah
rumah tangga maupun dari industri (Anonymous, 2009).
II. TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN
BIOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan penggunaan
mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi
terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang
disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak
kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak
beracun.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang
pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit
untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang
termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,
herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan
mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang
bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi
jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan
bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat
penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada
bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun
menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan
yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah
bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon
yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat
jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang
diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan
tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat
mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum
mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang
cenderung bertahan di lingkungan.
Kasus yang biasanya terjadi adalah
tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini
dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian
atas permukaan tanah) dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).
1.
Bioremidiasi
ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan
bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm Ã
bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan oksigen ditambahkan pada
bioreaktor
2.
Bioremidiasi
in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan
oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Teknik bioremediasi menciptakan
lingkungan yang terkontrol untuk memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi
terkatalisis yang diinginkan. Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu :
1.
Kehadiran
mikroorganisme dengan kemampuan untuk mendegradasi senyawa target.
2.
Keberadaan
substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbon.
3.
Adanya
pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk senyawa target.
4.
Keberadaan
sistem penerima-donor elektron yang sesuai.
5.
Kondisi
lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan kelembaban dan pH
yang mendukung.
6.
Ketersediaan
nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan produksi enzim.
7.
Suhu
yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8.
Ketersediaan
bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme tersebut.
9.
Kehadiran
organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran
organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi
lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi mikroorganisme
pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis
reaksi degradasi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim
mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu
energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di
lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan yang
mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah kita
harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan terputus.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa
kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari
beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan
hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme,
umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
A.
OPTIMALISASI KONDISI DALAM BIOREMEDIASI
Keberhasilan proses biodegradasi banyak
ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi
menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya
dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini
perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1.
Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe
tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzm-enzim mikrobial dan
air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi
anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung
butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient
dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin
kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
2.
Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi
hidrokaron adalah 30-40oC. Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur
yang digunakan pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai
dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada
temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan
volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya
di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat
berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3.
Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa
hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis
enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat
keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah
tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe
tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen.
Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi
hidrokarbon minyak.
4.
Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi
sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan
limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber
nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung
lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
5.
Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu
mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk
bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di
lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme
merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada
energy yang dihasilkan.
B.
BIOAUGMENTASI
Bioaugmentasi adalah penambahan
organisme atau enzim pada suatu bahan untuk menyingkirkan bahan kimia yang
tidak diinginkan. Bioaugmentasi digunakan untuk menyingkirkan produk sampingan
dari bahan mentah dan polutan potensial dari limbah. Organisme yang biasa
digunakan dalam proses ini adalah bakteri. Namun banyak aplikasi yang berhasil
menggunakan tumbuhan untuk menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri
pathogen. Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah phytoremediasi.
Pemilihan metode bioremediasi yang cocok dengan kondisi lingkungan diharapkan
akan dapat meningkatkan kecepatan biodegradasi. Dua metode yang biasa dilakukan
untuk bioremediasi adalah : (1) dengan menstimulasi populasi mikroorganisme
eksogen (biostimulasi) dan (2) dengan menambahkan mikroorganisme eksogen
(bioaugmentasi). Bioaugmentasi dipilih apabila kontaminan membutuhkan waktu
degradasi yang lama, bila lingkungan yang tercemar sulit dimodifikasi dalam
rangka mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme, atau bila
tingginya konsentrasi kontaminan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
indogenus. Bioaugmentasi juga dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur
degradasi hidrokarbon terutama untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon
poliaromatik. Keberhasilan aplikasi bioaugmentasi diukur dari peningkatan jumlah
mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi serta daya tahan
mikroorganisme eksogen pada lingkungan yang tercemar. Walter (1997) menyatakan
bahwa untuk memperoleh strain mikroorganisme ataupun konsorsium mikroorganisme
yang tepat bagi aplikasi bioaugmentasi ada tiga pilihan metode yang bisa
dilakukan, yaitu : pengkayaan selektif, penggunaan produk mikroorganisme
komersial atau rekayasa genetika.
III. BIOREMIDIASI DENGAN PENGGUNAAN
MIKROORGANISME BAKTERI PSEUDOMONAS SP
Bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan cara menggunakan mikroba seperti (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan
untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ada dua jenis bioremediasi, yaitu
in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri
dari pembersihan, venting atau injeksi, dan bioremediasi. Sementara bioremediasi
ex-situ (pembersihan off-side) dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali
dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi
perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba (Anonymous, 2009).
Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung
lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih
beragam, dan lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan bioremediasi in-situ. 4
teknik dasar yang biasa digunakan dalam prose bioremediasi, antara lain:
1.
stimulasi
aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan cara penambahan
nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb.
2.
Dengan
inokulas atau penanaman mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme
yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
3.
penerapan
immobilized enzymes
4.
Dengan penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk
mengubah atau menghilangkan pencemaran. Prose Bioremediasi ex-situ meliputi
penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman
(Anonymous, 2009).
A. BAKTERI
PSEUDOMONAS SP
Pseudomonas sp merupakan bakteri
hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon.
Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas
sp dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran dari hidrokarbon ini membutuhkan pemahaman
tentang mekanisme interaksi antara Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon
(Anonymous,2011).
Gambar1.1 bakteri
pedegradasi Pseudomonas sp.
Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan :
Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili :
Pseudomonadaceae
Genus :
Pseudomonas-->
Gambar
1.1.1
Left: Pseudomonas sp. grown on CTAB agar, dark blue halos around the 4 colonies
indicate production of biosurfactant. Right: Pseudomonas aeruginosa grown on
blood agar, lysis of erythrocytes is indicated by the lytic zones around the
colonies.
Pseudomonas sp merupakan bakteri
berbentuk batang, bersifat gram negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul.
Membentuk pigmen biru yang meresap masuk dalam perbenihan terdiri dari zat :
flouresens warna hijau yang larut dalam air dan pyocianin warna biru kehijauan
larut dalam kloroform (Anonymous, 2011).
Dalam jumlah kecil bakteri ini hidup
sebagai flora normal tractus intestinalis manusia dan hewan, juga ditemukan
pada kulit manusia sehat. Infeksi terjadi pada : 1) Bila bekteri masuk ke dalam
tubuh yang daya tahannya menurun, misalnya : penyakit menahun, 2) Pseudomonas
aeruginosa biasanya pathogen bila bersama-sama kuman lain, infeksi campuran
dengan kuman lain (coccus pyogen) atau dengan salah satu kuman
Enterobacteriaceae, misalnya : luka bakar, 3) Kuman ini menular melalui debu
dan udara. Di rumah sakit Pseudomonas menjadi kontaminan misalnya : pada alat
bedah akan menyebabkan infeksi dan hal ini sangat berbahaya sebab pasien dalam
keadaan lemah (Anonymous, 2011).
B. ORGANISME
PENDEGRADASI HIDROKARBON
Pengguanaan Pseudomonas sp sebagai organisme
pendegradasi dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi.
Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu,
minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan
oksigen 0-3,5% (Anonymous, 2011).
Terdapat sedikitnya empat seri
hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin
(n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom
karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang
terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena atau sikloalkana yang
merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik
(benzenoid). Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai mekanisme kerja dari
bakteri Pseudomonas sp dalam proses
bioremediasi pada pencemaran minyak bumi (Anonymous, 2008).
Bakteri pseudomonas yang umum digunakan
antara lain yaitu:
1)
Pseudomonas
aeruginosa,
2)
Pseudomonas
stutzeri,
3)
Baktei
Pseudomonas diminuta.
Salah satu factor yang sering membatasi
kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi suatu senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah,
sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri
Pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan (Anonymous, 2011).
Biosurfaktan adalah zat permukaan aktif
yang disintesis oleh sel hidup dan memiliki sifat-sifat mengurangi tegangan
permukaan, menstabilkan emulsi, pembentukan busa, pada umumnya tidak beracun,
dan biodegradable. ( Banat et al, 2000).
Merupakan molekul ampipilik dengan dua
daerah hidrofilik dan hidrofobik akan menyebabkan pembentukan agregat pada
permukaan antara cairan dengan berbagai polaritas seperti air dan hidrokarbon
(Banat, 1995a; Fiechter, 1992; Georgiou, 1992; Kosaric, 1993; Karanth et al,
1999).
Biosurfaktan adalah molekul amphiphilic
permukaan aktif diperoleh baik melalui rute fermentasi mikroba atau melalui
reaksi katalis enzim in-vitro (Sen, 2010).
Kemampuan Pseudomonas sp dalam
memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang
berperan dalam sintesis biosurfaktan.
Ada 2
(dua) macam biosurfaktan yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas :
1)
Surfaktan
dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,
asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik.
Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan
tegangan permukaan medium cair,
2)
Polimer
dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi
serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan
medium ( Pikoli, M. R., P. Aditiawati, & D. I. Astuti, 2000)
Selain itu biosurfaktan secara
ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk
didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang
tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, maka
substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan
menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh
biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Anonymous, 2008).
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung
dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas)
yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun
tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, terdapat beberapa substrat
hidrokarbon (misal heksadekan) menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke
dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih
bersifat hidrofobik. Senyawa hidrokarbon
pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel
tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan
biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam
medium (Anonymous, 2008).
C.
TRANSPOR HIDROKARBON OLEH BAKTERI
Terdapat
3 (tiga) cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum
yaitu :
1)
Interaksi
sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak
dapat mendukung,
2)
Kontak
langsung sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar dari pada
sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel
bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan
hidrokarbon yang lebih besar dari pada sel dan pengambilan substrat dilakukan
dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya
biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas,
3)
Interaksi
sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba dapat berinteraksi dengan partikel
hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan
tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri
pseudomonas ke dalam medium (Pikoli, M. R., P. Aditiawati, & D. I. Astuti,
2000).
D. MEKANISME
DEGRADASI HIDROKARBON DI DALAM SEL BAKTERI Pseudomonas sp
1)
Hidrokarbon Alifatik
Bakteri Pseudomonas menggunakan hidrokarbon alifatik tersebut
untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses
aerobic atau menggunakan oksigen. Dengan tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak
didegradasi. Langkah dari pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas sp meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber
reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi
(Mustofa, 2010).
-->
1)
Hidrokarbon Aromatik Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron
secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri
diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang
secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya
didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam
sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat (Mustofa, 2010).
E. TEKNOLOGI BIOSURFAKTAN
Peluang dari tehnologi bioremediasi
kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi
bioremediasi dengan system one top solution (close system) dan dengan
pendekatan multiproses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi)
kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi
lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi
lahan dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation
establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol bahkan
mengeliminasi B3 hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat
lingkungan (Aguskrisno, 2011).
.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulan yaitu sebagai berikut:
1.
Polusi
dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari
ekosistem. Berdasarkan dari kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan
digolongkan atas Polutan mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), dan
Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi yang biasanya
disebut nondegradable pollutant.
2.
Bioremediasi
merupakan proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroba seperti
jamur, bakteri. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi suatu
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau bahan tidak beracun.
3.
Bakteri
Pseudomonas sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi
berbagai jenis hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp dalam memproduksi
biosurfaktan (zat aktif yang disintesis untuk mengurangi tegangan permukaan dan
untuk menstabilkan emulsi) yang berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori
yang berperan,
4.
Ketersediaan
biosurfaktan komersial (produksi strain), misalnya surfactin, sophorolipid dan
rhamnolipid yang didapatkan dengan metode sampling, isolasi strain dan
penyelidikan strain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar