BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
II. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR NON B3
Metode dan tahapan
proses pengolahan air buangan domestic yang telah dikembangkan sangat beragam.
Proses pengolahan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.
1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer
limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika.
a. Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang
mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode
ini disebut penyaringan. Metode
penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan
padat berukuran besar dari air limbah.
b. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang
telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk
memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif
besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya
adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir
jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses
selanjutnya.
c. Pengendapan
Setelah melalui tahap
pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan.
Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak
digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan,
limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air
limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan
membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain
untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga metode
pengapungan (Floation)
d. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif
digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses
pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan
gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara
tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air
limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya
mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan
primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut
dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut
juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses
tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik
terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya.
2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan
sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan
mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme
yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode
pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan
tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode
kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini,
bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan
tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau
plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3
m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes
melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang
terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes
sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan
kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki
pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan
partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang
terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air
limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya jika masih diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated
sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan
didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses
degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu
dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat
mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah
disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara
lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti
pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat
dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment
ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya
berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam
kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis
menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero
untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini,
terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga
akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk
endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan
atau diolah lebih lanjut.
3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier
dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu
dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat.
Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan
kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang
tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun
sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam-
garaman.
Pengolahan tersier
sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini
meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan
tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia,
precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif,
pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan
tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini
disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier
cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau
pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme
patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia,
yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik.
Dalam menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Daya racun zat
b. Waktu kontak yang diperlukan
c. Efektivitas zat
d. Kadar dosis yang digunakan
e. Tidak boleh bersifat toksik terhadap
manusia dan hewan
f. Tahan terhadap air
g. Biayanya murah
Contoh mekanisme
desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran
dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).Proses desinfeksi pada limbah
cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah
pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan
limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan
polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung,
melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah
biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob
digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut
atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).
BAB
II. PEMBAHASAN
1. PENGOLAHAN SECARA KIMIA
Proses pengolahan
berdasarkan karakteristik air limbah secara proses kimia yaitu
1. Pengendapan dengan bahan kimia
2. Pengolahaan dengan logoon atau kolam
3. Netralisasi
4. Pengumpalan atau koagulasi
5. Sedimentasi (misalnya dengan discrete
settling, floculant settling, zone settling)
6. Oksidasi reduksi
7. Klorinasi
8. Penghilangan klor (misalnya menggunakan
carbon aktif atau natrium sulfat)
9. Pembuangan fenol
10. Pembuangan sulfur
Pengolahan air buangan
secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang
tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat
organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.
Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan
sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi
oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Koagulasi
dan flokulasi
Gambar
2. Skema Diagram pengolahan Kimiawi
Pengendapan bahan
tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi
netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan.
Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan
alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam
tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih
stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida
[Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan
organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat
dilakukan dengan mengoksidasinya dengan
klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.
Pada dasarnya kita
dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi
biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
2. PENGUMPALAN ATAU KOAGULASI DENGAN
ALUMINIUM SULFAT.
Koagulasi
dan flokulasi merupakan suatu proses penambahan senyawa kimia yang bertujuan untuk
membentuk flok yang ditambahkan kedalam air atau limbah untuk menggabungkan partikel
yang sulit mengendap dengan partikel lainnya sehingga memiliki kecepatan
mengendap yang lebih cepat. Flok yang terbentuk akan disisihkan dengan cara
sedimentasi. Koagulasi merupakan proses penambahan koagulan dan pengadukan
cepat air yang diberi koagulan. Hasil dari proses koagulasi ini adalah
destabilisasi partikel/koloid dan partikel-partikel halus lainnya yang terdapat
dalam air. Flokulasi adalah proses pengadukan lambat terhadap partikel yang terdestabilisai
dan membentuk pengendapan flok dengan cepat. Keberlangsungan proses flokulasi
diukur dari distribusi ukuran flok dan struktur flok (Gurses, 2003). Efisiensi
pemisahan padatan dalam proses koagulasi tergantung pada kondisi kimia,
kimia-fisika, dan hidrodinamika selama pengadukan dan pergerakan flok. Faktor
ini ditentukan oleh struktur dari agregat, berat jenis, dan kekuatan dari flok
itu sendiri (Bottero dkk, 1989).
Koagulan yang paling
umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti aluminium
sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan
sebagai koagulan. Efisiensi proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pH, temperatur,alkalinitas, jenis koagulan dan intensitas pengadukan
(Lee dkk, 2008)
Pada penggunaan
aluminium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang
memadai untuk bereaksi dengan aluminium sulfat menghasilkan flok hidroksida. Umumnya,
pada rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam
bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah
sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 14 H2O +
3Ca(HCO3)2 _ 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O + 6CO2
Apabila air baku tidak
mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan penambahan
alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara
menambahkan kalsium hidroksida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai
berikut :
Al2(SO4)3 + 14 H2O +
3Ca(HCO3)2 _ 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O
Tidak ada komentar:
Posting Komentar