- LIKUPANG/LINEKEPAN
Berikut penuturan sejarah Linekepan/Likupang menurut penuturan dari puyun2 tonaas tumani Linekepan dan berdasarkan bukti Waruga yang ada ditanah Linekepan.
begitu banyak penyimpangan dan pendapat pribadi yang menyerupai legenda sehingga arti dan sejarah sebenarnya mulai hilang akibat penuturan serta referensi yang salah. Mudah mudahan lewat tulisan ini akan lebih meningkatkan semangat bagi pemerhati budaya terlebih para tuama2 linekepan, untuk menyelidiki lebih detail dengan bukti bukti yang lebih lengkap sehingga sejarah Linekepan dapat terpelihara mengikuti arus perkembangan jaman.
ttulisan ini memang masih jauh dari kesempurnaan, tetapi dengan niat yang tulus semoga bisa menjadi referensi dan informasi yang baik buat kita semua.
Sigi Wangko : Waraney Wuaya Jr
LINEKEPAN/LIKUPANG
Pada suatu masa di suatu wilayah/ area yang terletak paling ujung Utara tanah Tounsea terdapat suatu tempat yang disebut Linekepan.
Pada awalnya mengacu pada suatu tempat/ pemukiman yang terletak ditepian sungai (DAS; daerah aliran sungai) yang mengairi ujung tanah Tounsea dan bermuara ke laut Utara pulau Sulawesi yang menghadap beberapa buah pulau, yaitu pulau Bangka, pulau Talise, pulau Gangga, pulau Kinabuhutang, pulau Lehaga dan pulau Tindila.
Tempat bermuara sungai tersebut diarea yang disebut Marawuwung, tapi dengan adanya proses alam terjadi perpindahan aliran sungai dan muaranya telah berada ditempat sekarang ini.
Pada suatu masa datanglah sekelompok orang dan mendiami areal ditepian sungai, mereka hidup dari berburu dan bercocok tanam. Mereka berburu binatang binatang yang banyak hidup di hutan hutan sekitar tempat mereka berupa anoa (sapi hutan endemik Sulawesi), rusa, babi rusa, babi hutan, longkoy (kucing hutan), yaki (monyet Sulawesi), patola (ular sawah), kawok dan momot (tikus hutan), burung di atas tanah seperti weris, taktak dan bebek talaga sampai sebangsa burung terbang seperti Paniki, burung kumkum, burung makiang, burung kowou tapi tidak termasuk burung doyot, burung keteketenge dan burung suweko.
Ketiga burung yang disebut belakangan yaitu burung doyot, burung keteketenge dan burung suweko tidak diburu karena ketiganya dianggap sebagai burung pemberi tanda baik. Burung doyot dan burung keteketenge dianggap pemberi tanda baik bagi orang yang tinggal di pedalaman dan burung suweko dianggap pemberi tanda baik bagi orang orang yang tinggal di pinggiran pantai dan kepulauan.
Selain berburu mereka juga bercocok tanam umbi umbian, palawija dan padi. Padi yang ditanam waktu itu adalah padi lahan jering/ padi ladang seperti padi Paniki, padi ombong (embun), padi temo dan padi burungan yang masih tetap ditanam dan dikembangkan sampai saat ini dengan nama padi winuri. Disebut padi winuri karena sampai sekarang padi ini selalu ditanam oleh orang orang desa Winuri setiap musim tanam.
Orang orang yang berdiam disepanjang tepi sungai ini membentuk kelompok dengan sistim sosial yang dipimpin oleh Walian (pemimpin agama Malesung) dan Tonaas (pemimpin masyarakat/ kelompok). Waktu itu belum ada peperangan atau penyerangan antar kelompok maupun serangan dari luar baik invasi, infiltrasi, menguasai, menduduki maupun perampokan dari suku lain atau bangsa bangsa asing lainnya.
Tempat yang didiami itu terletak di suatu areal dataran rendah dengan perbukitan perbukitan kecil dengan tanah yang subur terletak ditepian sungai. Karena keadaan alam waktu itu sering terjadi banjir dan menggenangi tempat tinggal mereka sehingga memaksa kelompok ini berpindah tempat ke arah Utara yang lebih jarang terendam air.
Tempat yang ditinggalkan saat ini dinamai Minawanua (kampung tua) yang terletak sepanjang aliran sungai dari ujung Utara desa Paslaten (Sarawet Ure) sampai areal perkebunan kijang/ Beton (bendungan irigasi Belanda) ditandai dengan adanya waruga Dotu Watupongoh sampai di pemukiman Minawanua yang terdapat banyak waruga dari berbagai masa disertai dengan adanya batu datar yang tertata menyerupai meja/ altar tempat meletakan persembahan saat melakukan ritual pemujaan waktu mereka masih ditempat itu.
Orang orang yang mendiami tempat itu untuk selanjutnya saya/ kami cucu cucunya (puyun puyun) menyebut sebagai Dotu Dotu leluhur kami.
Para Dotu leluhur kami waktu itu belum mengenal kekristenan tapi mereka percaya adanya suatu kuasa adikodrati diatasi mereka yang merupakan sang pencipta yang memelihara dan mengatur seluruh gerak hidup mereka yaitu Opo Empung Wananatas.
Karena sering dilanda banjir maka kelompok orang dalam hal ini para Dotu berpindah kearah Utara dan bermukim dipinggiran bukit batu yang berada ditepi laut. Ditempat baru ini para Dotu berdiam turun temurun membentuk pemukiman baru dan yang meninggal mereka membuatkan kuburan batu/ membuat kuburnya sendiri sebelum meninggal ? yang bahannya diambil dari bongkahan bongkahan batu domato besar yang membentuk bukit tersebut.
Dengan demikian maka disekitar bukit batu tersebut saat ini terdapat banyak waruga dari berbagai masa yang berbeda baik yang berada di atas tanah saat ini maupun ada yang sudah tertimbun dan masih didalam tanah belum dievakuasi karena keterbatasan dana dan perijinan. Makanya kami sering kali waktu menggali sumur dipekarangan atau menggali got saluran air menemukan penutup waruga tanpa disengaja bahkan pernah waktu pengerjaan jalan alat berat bulldozer membentur ujung batu yang agak menonjol ditengah jalan dan setelah coba diangkat ternyata sebuah waruga yang telah puluhan tahun diinjak injak pejalan kaki dan dilindas kendaraan yang lalu lalang, temuan ini langsung diselamatkan dengan menaruhnya ditempat yang lebih layak.
Seiring dengan waktu makin beranak pinaklah para Dotu dan pemukiman makin terbatas maka turunan mereka mendirikan rumah' rumah' pada dangkalan dangkalan ditepi laut (delta; dalam bahasa lokal disebut tandusang). Disangkakan tepi pantai laut ini mereka mendirikan rumah' rumah' tiang tinggi disesuaikan dengan pasang surutnya air laut. Tiang tiang rumah' diambil dari pohon posi posi dan lantai rumah' dari kayu lolaro yang banyak tumbuh dipinggiran lauk (bakau) ada juga lantai rumah' yang dibuat dari Nibong yang diambil dari pegunungan.
Pada waktu waktu tertentu saat bulan purnama dimana air laut pasang sangat besarnya sehingga pemukiman itu terendam air dan bila dilihat dari kejauhan perkampungan itu seperti tenggelam sehingga dinamai Linekepan asal kata dari bahasa Tounsea 'Linekep' yang artinya tenggelam, dan perkampungan para Dotu sebelumnya yang telah ditinggalkan dinamai Minawanua Linekepan.
Dengan berlangsungnya waktu datanglah nelayan nelayan dari berbagai tempat seperti Ternate, Ambon, Bajo Bugis Mandar, Siau dan mereka ini mendirikan tempat tinggal sederhana berupa sabua (daseng) dipakai Paka omba (pinggiran pantai). Pada masa itu juga berdatangan pelaut pelaut bangsa asing dari Spanyol dan Portugis beberapa diantaranya telah berbaur dengan penduduk asli dan terjadi pertukaran budaya, terjadinya transformasi antar budaya Malesung (Minahasa kuno) dan budaya Eropa ini terlihat adanya perobahan corak relief pada penutup dan badan waruga dan terlahirnya tarian katrili dan tarian polinese. Ada beberapa waruga dengan relief manusia berpakaian ala Eropa dan pada masa era ini muncul beberapa waruga model memanjang seperti kebanyakan model kuburan yang ada saat ini.
Bentuk waruga memanjang seperti ini mencirikan bahwa para Dotu sudah mengenal kekristenan.
Beberapa Tonaas yang cxukup terekenal sebelum agama masuk diwilayah linekepan yaitu
1.Dotu Watupongoh
2.Dotu Pinantik
3.Dotu Tampanatu
4.Dotu Rottie
5.Dotu TurangWalelaki.
next -
Ditahun 1874 graffland menyebut ibukota likupang diselat
Bangka dan pada tebing sungai likupang (tempat kediaman hokum besar),dengan 305
jiwa dikampung negeri baru, dan 116 orang burger (borgo).ada gereja tempat
belajar.dinegeri lain Sarawet (123), likupang atas (102), paslaten (118), ketiganya
sebetulnya satu saja, dengan sekolah. lalu kamanga (82)
sawangan (133) kokoleh (109), kaweruan (148), wangurer (96) lumpias (266) dengan
sekolah.kemudian batu (239), werot (168), dan paputuman (123) penduduk seluruh
distrik 2.138 orang.
DAFTAR NAMA NAMA YANG PERNAH MENJABAT HUKUM TUA LIKUPANG Setelah Zaman Tonaas dan Walian
- Toean Perempoean Anna Teterego thn 1500 - 1562
- Hendrik Pontoh (Hukum tua ke 3)
- Markus Jacob Donsu
- Hendrikus Dorus Roring
- Jacob Bojoh
- Marcus Donsu
- Efraim Bernadus Kalengkongan Sompie
- Carolus Assa
- Adrian Karamoy
- Petrus Massing Bolang
- Dengah Massing
- Junus Maramis
- Abo Denatus Rondonuwu
- Wellem Rumampuk 1957 (wakil)
- Laurens Bolang
- Wempie S Bolang
- Jacob A Pinangkaan
- Berens Sompie Maramis (1971 - 1976)
- Hendrik Suat Luntungan PJS
- Berens Sompie Maramis PJS
- Handri Watulingas 19..
- Lathinus Frans Bolang (PJS)
- Piet Otto Boyoh (PJS)
- Yohanis Lampah (1981 - 1983)
- Berens Sompie Maramis (1983 - 1986)
- Alex Rawung PJS 1986 - 1988
Semoga bermanfaat dan terinspirasi untuk lebih dalam menyelidiki sejarah tonsea dan likupang dengan bukti pendukung yang lebe mantapppppppppppp..............syalom
- Adrianus kojongian.blogspot
- Catatan mayor tua sonder albertus bernadus Waworuntu
- N.graafland “inilah kitab deri hal tanah
minahasa”roterdam,1874
- Foto’tropenmuseum nederland dan national archief of
Australia
- Dr.Fanny Lengkong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar